Chemokinesare critical components in pathology. The roles of chemokine CC motif ligand 4 (CCL4) and its receptor are associated with diabetes mellitus (DM) and atherosclerosis cardiovascular diseases. However, due to the complexity of these diseases, the specific effects of CCL4 remain unclear, although recent reports have suggested that multiple pathways are
How to Make a Flaming Dr. Pepper Shot Nutrition Facts per serving 148 Calories 0g Fat 13g Carbs 1g Protein Show Full Nutrition Merek Hide Full Nutrition Etiket × Nutrition Facts Servings 1 Amount masing-masing serving Calories 148 % Daily Value* Kuantitas Fat 0g 0% Saturated Fat 0g 0% Cholesterol 0mg 0% Natrium 7mg 0% Jumlah Carbohydrate 13g 5% Dietary Fiber 0g 0% Total Sugars 8g Protein 1g Vitamin C 0mg 0% Calcium 5mg 0% Iron 0mg 0% Potassium 40mg 1% *The % Daily Value DV tells you how much a nutrient in a food serving contributes to a daily diet. 2,000 calories a day is used for general nutrition advice. Nutrition information is calculated using an ingredient database and should be considered an estimate. Fire is captivating and a flaming drink can really add some excitement to the party. The flaming Dr. Pepper is one of the most popular flaming shots you can make and the namesake soda api is surprisingly not needed. Instead, when the drink is lit on fire, magic happens and the combination of rum, amaretto, and beer mimics the taste of Dr. Pepper. The effect really is amazing, but playing with fire while drinking requires some caution. Spilling the flaming drink or accidentally catching your hair or clothing on fire can not only end the party quicker than you’d like, but it can also lead to serious injury or damage. While you can make the flaming Dr. Pepper at home, sometimes it is best to simply order this one at the kafetaria and let the professionals handle it. The shot is served either as a dropped shot aka bomb or you can build it inside a beer glass. When served as a shot, some people do not blow out the flame before dropping it, but this really is not the best idea. There’s always the chance that the larger glass will break and spread burning alcohol all oper your table or kafe. Either way, carefully drop the shot glass to minimize the impact on the glasses and avoid burning yourself. Click Play to See This Captivating Flaming Dr. Pepper Shot Come Together 3/4 ounce amaretto liqueur 1/4 ounce 151-proof rum 4 ounces beer Gather the ingredients. The Spruce / Loren Runion Fill a shot glass 3/4 full with amaretto. The Spruce / Loren Runion Slowly float the overproof kepala susu on top to fill the shot glass by pouring it over the back of a bar spoon. The Spruce / Loren Runion Fill a pint glass halfway with beer. The Spruce / Loren Runion Ignite the contents of the shot glass. The Spruce / Loren Runion Blow out the flame, drop the shot glass into the beer, and drink in one gulp. The Spruce / Loren Runion Tips The kepala susu is an important element to this shot. Your average 80-proof rum will not light on fire and, if it does, the effect will titinada be the same. The key to getting a good flame is to use a high-proof kepala susu because it has a higher concentration of flammable alcohol. That is why 151-proof rums are recommended. You can find it from brands like Cruzan and Goslings at almost any liquor store. While it may be tempting to use grain alcohol like Everclear, it defeats the purpose of the flaming Dr. Pepper. Yes, the liquor is 151-proof or higher and it will start on fire, but the point of this shot is to recreate the taste of Dr. Pepper and rum is the only way to do that. Recipe Variation The other option is to build your flaming Dr. Pepper in a pint glass. You’ll still need the shot glass, but this method doesn’kaki langit require you to actually turun it. It is a little trickier to pour and you’ll want to take your time. One trick to pulling it off is to use a shorter pint glass that is just a little taller than your shot glass. Tall pints don’t leave you much room to maneuver. Pour the amaretto into a shot glass until it’s 3/4 full and float the kepala susu on top. Place this glass inside a larger glass. Carefully pour beer around the edges mencicil it almost reaches the rim of the shot. Light the kepala susu on fire use a long lighter if needed and let it burn for about 30 seconds. Extinguish the flame and slam the drink. Take care that the shot glass doesn’t chip a tooth. Safety First With any flaming drink, there are some precautions you should take. It is not uncommon for someone to lean oper the flame and catch their hair or shirt sleeve on fire. Also, you don’t want any flaming liquor to spill on your bar. Extinguish the flamebefore consuming the drink. It’s just the smart thing to do because the burning alcohol can run down your chin and start your clothes on fire. In the least, you’ll singe some nose hairs. Do not make this drink when you are already drunk or serve it to someone who is. Play it smart and if you’re making this at home, enjoy it at the beginning of the night when you’re still with it. Tie back long hair and get control of loose clothing before playing with fire. Do not reach over the flaming shot and keep all flammables out of the way when you go to blow it out. Be prepared and have a fire extinguisher ready. Seriously, nothing ruins the party faster than a fire that gets out of control. How Strong Is a Flaming Dr. Pepper? The flaming Dr. Pepper is notorious for contributing to some nasty hangovers, but it’s really titinada a strong shot on its own. The actual alcohol content falls at just 11 percent ABV 22 proof, or the equivalent to a glass of wine. The more likely culprit to those morning-after pains is the party atmosphere and the fact that this shot is often just one of many drinks people slam in a night. As always, if you want to avoid the hangover, have fun but try not to get carried away. Rate This Recipe I don’kaki langit like this at all. It’s not the worst. Sure, this will do. I’m a fan—would recommend. Amazing! I love it! Thanks for your rating!
ProtonMail is based in Switzerland and uses advanced encryption to keep your data safe. Apps available for Android, iOS, and desktop devices. Menulis buku yang menggugah, mencerahkan, bermutu, serta punya nilai kompetensi merupakan salah satu karya pengabdian masyarakat. Dr. Tan menulis secara intensif pemahaman arti kesehatan secara utuh. Semoga buku ini menjadi contoh bagi para dokter Indonesia, untuk berkreasi dan berkarya mengabdi untuk bangsa. — Dr. Zaenal Abidin, MH Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Dr. Tan Shot Yen adalah dokter masa depan yang sangat cerdas, konsisten, dan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia, karena mempunyai konsep pencegahan sebagai dasar hidup sehat. Tulisan dalam buku ini membuktikan bahwa kesehatan bukanlah faktor kepandaian dokter, tetapi pilihan cerdas dari seseorang karena dokter bisa memberdayakan orang tersebut. — Dr. dr. Aris Wibudi KEMD Ketua Edukator Diabetes Indonesia. Ketua Perkumpulan Kesehatan Integratif Nusantara. Ketua Tim Dokter Kepresidenan RI 2009–2014 Dokter Tan secara lugas menjabarkan cara menghormati tubuh kita melalui pola makan. Kita berikan apa yang dibutuhkan tubuh, hasilnya adalah sehat. Sebaliknya, jika mau praktis dan selalu makan yang disukai lidah, pasti ada konsekuensinya. — Fifi Aleyda Yahya Anchor, Host Sudut Pandang Metro TV Pendekatan reduksionisme telah membuat manusia tercerai-berai dari keutuhannya sebagai "the living being". Orang lupa bahwa situasi internal di dalam tubuh dan situasi eksternal di luar tubuh mempunyai hubungan kesalingan. Kesehatan sel-sel di dalam tubuh bergantung pada kondisi keduanya. Ini mencakup konsumsi sehari-hari dan teknologi yang menghasilkan begitu banyak produk konsumsi yang tidak sehat karena rantai produksinya semakin jauh dari material asal yang dihasilkan alam. Sehat bukan sekadar tidak ada penyakit di tubuh. Gaya hidup sehat mengisyaratkan kesehatan menyeluruh, yakni lingkungan alam yang sehat, lingkungan hidup yang sehat, makanan yang sehat, lingkungan sosial yang sehat, pikiran dan kondisi jiwa yang sehat. Buku ini menyadarkan kita untuk memperlakukan tubuh sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari rasa kebertubuhan. — Maria Hartiningsih Wartawan Kompas View Short Description Spesifikasi Produk SKU GRM-177 ISBN 9786020322087 Berat 500 Gram Halaman 204 Jenis Cover Soft CoverBeragampersoalan ASI ini akan dijawab oleh dokter ahli gizi masyarakat, DR dr Tan Shot Yen, M.Hum dalam Halo Prof! Dalam bincang-bincang yang akan ditayangkan di berbagai platform media sosial Kompas.com, Kamis, 4 Agustus 2022 pada pukul 12.00 WIB; DR dr Tan Shot Yen, M.Hum, akan menjelaskan mengenai pentingnya ASI eksklusif.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cerita ini dimulai dari persiapan buku saya yang membutuhkan kata pengantar dari seorang dengan kredibilitas tinggi serta baik di dalam dunia kesehatan. Karena permintaannya muncul di last minute, agak bingung juga mencari kandidat terbaik untuk masalah ini. Bukan cuma masalah terbaik, masalahnya 'yang terbaik' itu ada yang mau nggak? Siapa gue gitu loh?! Kemudian Irene, managing editor di majalah Prevention, salah satu majalah di mana saya berperan sebagai kontributor, mengingatkan bahwa ada salah satu dari sesama kolumnis di majalahnya, ada yang suka dan menjadi penggemar dari tulisan-tulisan saya. Kolumnis itu bernama Dr. Tan Shot Yen! Wah, penggemar tulisan gue? Rasanya mau terbang ke langit ketujuh. Dr. Tan, demikian beliau akrab dipanggil, adalah salah satu ikon dunia kesehatan kelas utama di Indonesia, terutama saat pengobatan naturopati mulai mewabah akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan konvensional. Metodenya yang unik namun ampuh membuat pasien beliau berkembang layaknya bilangan yang dipangkatkan dari waktu ke waktu. Belum lagi tulisan-tulisannya yang trengginas serta mengena bagi banyak pihak, membuat gaung nama beliau makin menggema di seantero jagad negeri ini. To make things even bolder, buku yang ditulisnya menjadi salah satu mega seller di negeri ini. Mega seller? Ya, kalau dihitung sebagai buku kesehatan, sebuah subjek non populer di negara ini. Sebuah bukti bahwa ilmu yang disandangnya dipandang sangat berguna oleh beragam pihak. Kalau sampai dia bersedia memberikan kata pengantar di buku saya? Wow, ..... kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya. SUARA LANTANG "..bsk tlg krm hard copynya aja fotokopi lah selagi kau dtg bsk?" sepotong kalimat penuh kata singkatan yang saya terima di HP. Singkat dan lugas, tapi membuat saya bergegas ke tempat praktiknya di bilangan perumahan satelit Bumi Serpong Damai. Uniknya ia meminta saya secara spesifik datang di pukul 11. "Jangan terlambat!". Kenapa jam 11? "Dia pengen elo, liat cara dia menangani pasien-pasien barunya, makanya jangan telat" tukas Irene -redpel dari Prevention tadi- saat saya menanyakan kenapa jam itu yang dipilih? Kantor atau praktek beliau sangat mudah ditemukan. Satpam di kawasan pusat bisnis distrik langsung menunjukkan lokasinya "Itu mas, yang paling rame..". Dan memang benar, parkiran di depan kantor beliau sangat penuh oleh beragam jenis mobil, dan menunjukkan penuhnya pengunjung di ruang penerimaan tamu yang sebenarnya cukup lapang namun menjadi terkesan sempit dan penuh sesak. "Wey! Kedatengan orang penting nih gue!" teriak Dr. Tan lantang saat ia membuka pintu kamar prakteknya dan melihat saya berdiri di depan -ragu-ragu mau mengetuk untuk meminta ijin masuk. Teriak? Yup! Suaranya memang mirip dengan orang berteriak, walau ia sebenarnya bicara dengan nada biasa-biasa saja -menurutnya. Suaranya cukup lantang untuk membuat kita mau tidak mau berkonsentrasi menerima kehadiran beliau di depan. Ia menarik saya masuk, agak gak enak juga rasanya, karena di depan pintu itu telah duduk berdesak-desakan para pasien yang menunggu giliran. "Apa kabar? Wah, kamu tau gak saya ini penggemar berat tulisan-tulisan kamu, dan selalu menunggu kesempatan kapan bisa bertemu dengan anak ini?" Komentar yang membuat muka ini merah kalau saja kulit saya berwarna terang. "Dokter bisa aja, at least you already made something, I haven't " jawab saya semerendah mungkin. Bukan basa-basi, terutama yang mengenal saya, dan sering mengatakan bahwa saya adalah orang yang perlu lebih belajar basa-basi dan memfilter mulut dari mengucapkan kalimat pedas serta langsung ke tujuan. Tapi di depan sosok Dr. Tan, kharisma saya kalah bersinar dan lebih memilih untuk merendah sekalian. Kami berbasa-basi singkat, saling mengenal dan bertukar informasi. Kami mulai membahas isi buku saya secara sistematis, beliau nampak sangat tertarik dan begitu apresiatif. "Kenapa lo gak kasih judul yang bombastis sih? Yoga for Healing misalnya?". Saya tertawa sambil menggeleng, "Saya gak mau membuat orang berharap terlalu banyak, akhir-akhir ini status saya mulai membuat orang-orang berdatangan dan mengharapkan kesembuhan secara instan dan ajaib, which is not what yoga can provide". "Persis! Gue juga gitu! Heran? Sakit mayoritas gara-gara kesalahan hidup mereka, eh dateng-dateng ke kita, kemudian bertindak sepertinya kita bisa memberikan 'pil ajaib' atau tongkat mukzizat yang bisa membuat mereka sontak sehat!" Tukasnya mengamini. Tapi ia sekali lagi mengkritik usaha saya untuk low profile. "Udah deh, payah lo ah. Bikin judul yang bombastis dikit, napa? Kalau mau jadi terapis terkenal ya mau gak mau harus begitu sedikit" Saya terbahak mendengar respons ini. "Dok, saya gak pernah dan gak akan mau berusaha menjadi seorang terapis. Saya lebih suka menulis, mengajar yoga pun lebih karena dipaksa oleh lingkungan" Dia tertawa juga mendengar reaksi ini. "Gak bisa gitu, liat aja nanti, kalau menilik tulisan-tulisan dan testemoni yang masuk tentang kamu, mungkin suatu saat elu akan terpaksa mengurus ijin praktek karena tuntutan masyarakat" Wow! Itu sebuah fenomena yang cukup menakutkan bagi saya, dan rasanya terlalu mengerikan untuk dibayangkan. PRAKTEK YANG UNIK Dr. Tan meminta saya untuk keluar sebentar, karena pasien-pasien lamanya akan masuk, dan kembali lagi setelah sesi pasien baru. Ruang kecil beliau segera disesaki oleh pasien-pasien lama yang bergegas masuk begitu saya keluar. Tanpa harus menunggu lama, gaya ramah namun berapi-api Dr. Tan yang tadi keluar saat bersama saya segera berganti menjadi gaya meledak-ledak tapi galak. Wuih! Gak kebayang rasanya diomelin atau nyaris dimaki-maki seperti itu. Tapi gak ada yang bisa protes, karena mayoritas apa yang diucapkan dr. Tan begitu mengena dan nyata. Intinya sih, kalau gak ikhlas dan jujur mengakui kesalahan, saya menjamin tidak mungkin akan ada pasien yang betah berada di hadapan beliau. Entah kharisma apa yang dimilikinya? Tapi pasien itu rata-rata gak ada yang ngeyel atau mengelak saat ditembak oleh Dr. Tan dengan pertanyaan yang sebenarnya lebih mirip tuduhan! Habis mau ngeles gimana? Namanya kepengen sembuh, mending jujur kali ya? Tampaknya itu yang terbersit di pikiran mereka. Macam-macam 'tuduhan' beliau, mulai dari tidak patuh terhadap menu makan yang disepakati, kemalasan mereka menggerakkan tubuh seperti perintah, atau nekat mengkonsumsi bahan makanan yang dipantangkan bagi mereka. Luar biasa dokter satu ini! Yang lebih kacau lagi, saat ia 'mengomeli' seorang pasiennya yang nampaknya terserang stroke dan telah berangsur sembuh namun masih enggan melepaskan diri dari tongkatnya. "Kalau tidak mau lepas dari tongkat ini, secara fisik dan mental kamu merusak tubuh kamu sendiri, coba lepas tongkat itu, lepas!" Saat dilihatnya sang pasien nampak ragu berdiri tanpa ditopang tongkat tersebut. Kemudian Dr. Tan berbicara macam-macam ke pasiennya untuk menggambarkan kondisi buruk yang mungkin terjadi apabila ia bergantung pada tongkat tersebut, mulai dari penurunan fungsi otot, organ yang terganggu sampai ke masalah psikis di mana ia suatu saat akan menyalahkan lingkungan, mulai dari orang sekitarnya hingga ke anak-anak yang dianggap tidak memperhatikan dirinya. Entah semburan kalimat itu begitu bombastis atau mengandung mantra, hehe, mendadak sang pasien mampu berdiri tanpa masalah walau tongkat itu telah dilepas. "Lihat kan! Apa rasanya berdiri tanpa tongkat? Tidak jatuh kan?" tukas dr. Tan puas. Hebat! INTEROGASI Setelah itu saya kembali masuk ke ruang praktek beliau, kali ini bergabung dengan belasan pasien baru. Walau bersesak-sesakan di ruang yang kecil, namun tidak ada satupun pasien mengeluh atau protes, hebat kharisma dokter bertubuh langsing ini. Di sini Dr. Tan, langsung berbicara "Silahkan mengenalkan diri masing-masing dan keluhannya, tapi ingat! Ini bukan ajang curahan hati, cukup kenalkan, sisanya biarkan saya yang berbicara!". Wuih, teknik yang unik lagi diperlihatkan oleh beliau. Perlahan-lahan satu persatu pasien berbicara. Memperkenalkan diri dan kondisi masing-masing. Dr. Tan mendengarkan dengan seksama, lalu ia memberondong pasien tersebut dengan pertanyaan yang sifatnya personal terkait kondisi kesehatan mereka. Memberondong? I don't exaggerate over this, ia benar-benar memberondong kata-kata layaknya senapan mesin atau UZI senapan serbu taktis buatan Israel yang mampu memuntahkan minimal 600 peluru per menit ke pasiennya, yang tentu saja menjadi gelagapan dan memberikan jawaban jujur tentang latar belakang mereka. Sebuah metode interogasi a la militer rupanya. Dr. Tan "Kenapa Anda kesini?" Pasien "Saya merasa obesitas, dok.." Dr. Tan "Kenapa obesitas?" Pasien "Karena keturunan di keluarga saya.." Dr. Tan "Nonsens! Kenapa?!" *mulai meninggi nadanya* Pasien "Ngg.. Anu, mm.. makan saya banyak" *mulai terintimidasi* Dr. Tan "Kalau makan bener, banyak juga gak pa-pa! Kenapa?!" Pasien "Saya suka makan yang manis-manis, dok" Dr. Tan "Nah, itu dia.. Persis!" *manggut-manggut puas* "Jangan pernah ada yang bilang, kalau kalian itu sakit karena keturunan, itu mayoritas bohong! Sedikit sekali penyakit yang menurun karena genetika, sedikit!" setelah itu Dr. Tan, dengan gaya yang sangat ekspresif memukul meja di depan dan kemudian mencolokkan jari-jari tangannya ke mulut. "Ini yang membuat penyakit seakan-akan muncul di keluarga sebagai penyakit turunan..." katanya setengah membeliakkan matanya "Keluarga, meja makan dan apa yang kalian makan di sana!". Atau ini.. Dr. Tan "Kenapa pak?" Pasien "Saya darah tinggi, dok.." Dr. Tan "Berapa?" Pasien "Sekarang sih lagi minum obat jadi 120-80" Dr. Tan "Saya tanya nilai kamu, bukan nilai bikinan guru les!" Pasien "He?" *bingung* Dr. Tan "Itu kan bikinan dokter kamu? Bukan darah tinggimu.." Pasien "Hehe, iya dok.." Dr. Tan "Jadi kalau guru lesmu matek, nilai kamu merah lagi?" Pasien *Tambah bingung* Dr. Tan "Udah berapa taun minum obat itu" Pasien "Lima tahun, dok" Dr. Tan "LIMA TAHUN?! Dan gak ada kemajuan, begitu-begitu saja?" Pasien "Iya dok, tapi memang gak pernah melonjak lagi.." Dr. Tan "Guob*** sisan!!!" *membentak sembari memukul meja* Kemudian sambil marah-marah pada dirinya sendiri ia mengungkapkan keheranannya pada pasien yang mau saja berobat bertahun-tahun pada seorang dokter tapi tidak menunjukkan gejala perbaikan, hanya berada pada posisi stagnan. Dan pasien itu sudah cukup puas. "Itu sebabnya pasien yang kena darah tinggi, 'matek'-nya rata-rata bukan karena darah tingginya, tapi karena liver atau ginjalnya ngambek! Lha wong bertahun-tahun harus menelan racun. Yang konyol ya, pasiennya.. Kok mau? Dan dokternya juga.. Kok tega?" Ia menuding lagi ke bapak pasien darah tinggi tadi. "5 tahun ke dokter itu, pernah ndak, bapak dikasih tau, kenapa sakit darah tinggi bisa terjadi? Dan apa langkah pencegahannya agar tidak sampai sakit, selain minum obat?" Ketika sang bapak menggeleng, Dr. Tan menghembuskan nafas kesal dan membanting tubuhnya ke senderan kursi. "Persis! Guo**** tenan!" BUKAN SPESIALIS Tapi bukan berarti dokter satu ini lebih banyak mengomel dan memaki. Ia sangat taktis dalam memberikan penjelasan beragam penyakit yang diderita pasiennya. Begitu taktisnya sampai orang paling awam pun rasanya bisa mengerti dengan cukup mudah apa yang dimaksud oleh beliau. Bandingkan dengan mayoritas oknum dokter yang cuma mendengar keluhan pasien, tanpa melihat mata pasien, kemudian menuliskan resep, tanpa melihat mata, lalu mempersilahkan pasien keluar ruangan, masih dengan tanpa melihat mata. Dr. Tan lain, ia bahkan memberikan bahasa tubuh yang sangat teatrikal untuk menggambarkan kondisi tubuh yang mengalami masalah, ia juga tidak ragu-ragu berteriak kecewa, gembira atas reaksi juga jawaban pasien yang sesuai atau tidak dengan harapannya. Sebenarnya mengasyikan sekali melihat dokter satu ini saat berpraktek. Asyik, karena saya bukan pasien dan bisa melihat suasana ini dengan penuh objektivitas. Cerita lain kalau saya adalah pasien dan melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan petunjuk sang dokter ini. "Bawa saja, bagian tubuh Anda yang sakit itu ke bengkel Astra, minta dibetulin di sana, kalau sudah balikin dan pasang lagi" Tiba-tiba salah satu kalimat pedas Dr. Tan memutus lamunan saya. Ada apa nih? "Salah satu puncak kegob***an dunia kedokteran adalah maraknya spesialisasi ini dan itu di sana-sini. Lalu pasien yang dateng ke mereka diperlakukan layaknya onderdil mobil, dikerjakan satu persatu apabila rusak, bukannya dilihat sebagai satu kesatuan sistem, kapan mau sembuh beneran?" Omelnya dengan nada sangat keras. Kemudian ia menjelaskan secara sistematis, mengapa tubuh manusia tidak sepatutnya dilihat dari organ per organ. Penyumbatan koroner jantung misalnya, tidak bisa tidak, penyebabnya hampir 100 persen berasal dari makanan, tapi setiap kali pasien penderita jantung koroner pergi menjalani operasi bedah jantung, entah di pasang ring atau treatment lainnya, jarang sekali dokter jantung yang memberikan tuntunan panduan makan secara cermat kepada pasien. Paling-paling pekerjaan ini dilempar ke dokter ahli gizi, yang kita semua tahu mayoritas cuma bisa memberikan resep langsing bukannya resep untuk hidup sehat. Kalau yang satu ini saya punya pengalaman pribadi, waktu diajak bekerja sama oleh salah satu dokter gizi kondang di Jakarta. Waktu saya sodorkan pola makan anti stres dengan manipulasi bahan makanan terkait dengan produksi zat neurotransmitter. Dokter itu terbengong-bengong, "Wah, saya mah taunya cuma bikin orang langsing doang. Gak tau nih begini-beginian?" Yak ampun? Saya ini bukan ahli gizi, mosok lebih tau konsep food therapy ketimbang dia? Jadi kembali ke kasus Dr. Tan tadi. Bagaimana seorang pasien bisa sembuh secara paripurna, kalau dokternya aja saling lempar-lemparan kasus? Ia sekali lagi memaki konsep spesialisisasi secara sembarang di dunia kedokteran. "Makanya kalau ada orang tanya saya ini spesialisasi apa? Saya jawab, saya bukan mekanik bengkel, saya dokter!" Ini adalah salah satu kalimat pedas dari beliau yang diucapkan saat dulu pertama bertemu saya. MAKAN SEHAT & BERGERAK Akhirnya Dr. Tan memberikan resep sehat bagi setiap pasiennya. Bukan, beliau bukan mencatat kalimat-kalimat berbahasa latin untuk diteruskan ke apoteker dan diubah menjadi tablet, pil, salep atau obat cair, tidak! Resep yang ditulis oleh Dr. Tan, jangankan seorang apoteker, seorang tukang sayur yang biasa mampir ke rumah Anda pagi-pagi pun bisa mengerti. Apa yang harus dimakan! "Jangan ada yang protes, makanan yang saya rujuk ini bisa membuat Anda menikmati hidup atau tidak! Kalau mau sembuh, ya? Anda-Anda ini terlihat sekali adalah orang yang sudah hampir seumur hidup menikmati hidup dengan memanjakan lidah ke makanan yang enak, tapi salah!" Dr. Tan sudah menekankan konsep ini di awal pemberian resep hidup sehatnya. "Sekarang Anda harus membayar harga nikmat tapi mematikan tersebut dengan berdisiplin mengikuti apa yang saya berikan" Tukasnya dengan tatapan tajam. Apa yang diminta oleh Dr. Tan sangatlah sederhana untuk dimengerti dan dilakukan, tapi bagi para so called 'penikmat hidup', pastilah sangat berat untuk dituruti. Saran beliau 1. "tidak ada gula!" Orang sering dengan bodohnya mengira bahwa penumpukan lemak itu lahir akibat konsumsi lemak yang berlebihan. Padahal Dr. Tan mengatakan, "Manusia itu punyathreshold untuk lemak, yaitu rasa mual dan muak. Jarang ada manusia yang mengkonsumsi lemak lebih banyak dari kemampuan tubuhnya menerima". Penumpukan lemak dalam tubuh kita, mayoritas lebih kepada konsumsi gula yang berlebihan dalam segala bentuk. Kandungan gula yang terlalu tinggi membuat tubuh mengeluarkan insulin berlebihan untuk menormalkan lonjakan gula darah dan mengakibatkan kelenjar pankreas lelah. Kerusakan pankreas membuat penyakit degeneratif yang sangat populer, Diabetes. 2. "buah dan sayur sebagai sumber karbohidrat" "Berhenti makan beras, tepung atau sumber karbohidrat umum lainnya! Kalau Tuhan mau kita makan beras, kita sudah dikasih tembolok dari lahir!" Masih terkait dengan apa yang diutarakan sebagai konsumsi gula berlebihan, Dr. Tan menekankan pada karbohidrat akan berubah menjadi gula, dimana cadangan gula yang berlebihan akan segera ditransformasikan oleh tubuh dalam bentuk glikogen disimpan dalam hati - otot serta trigliserida lemak. Angka trigliserida tinggi adalah sumber obesitas yang sekarang semakin marak menyerang kehidupan manusia. "Jangan panik, dengan bilang, kalau gak makan nasi badan saya lemas" Tukasnya sebelum ada pasien yang protes. "Tubuh Anda membangun kebiasaan, bukan memenuhi kebutuhan. Pernah liat orang yang habis makan, makanan Padang? Setelah dua jam, bukannya semakin kuat, mereka malah menjadi mengantuk! So, Anda bilang Anda lemas, kalau tidak makan nasi?" Hihi! Dr. Tan memberikan daftar penggantinya segera. Buah dan sayur sebagai sumber karbohidrat. Ia menyajikan urutan buah-buah yang memiliki kandungan fructose -gula alami buah- aman. Ia juga menekankan cara menyajikan sayuran yang baik. "Jangan bilang Anda sudah makan sayur kalau yang dimakan sayur bening atau sayur cap cay, itu bukan sayur, itu sampah dalam bentuk sayur!" Ucapnya dalam nada tinggi. "Sayur dimasak sudah pasti enzyme-nya mati, gak ada gunanya buat tubuh, paling cuma serat-seratnya aja. Makan sayuran mentah yang dicuci bersih, kalau takut sama petsisida, ya beli yang organic atau tanam sendiri di depan rumah!" 3. tidak ada susu binatang "Sapi itu begitu anaknya sudah bisa berjalan, ia akan segera berenti menyusui dan membiarkan anaknya mencari makan sendiri, manusia itu satu-satunya species yang cukup gob*** untuk mati-matian mencari susu spesies lain dan merasa membutuhkannya". Ia kemudian menyambung lagi, "Anak kecil di atas usia 2 tahun dipaksa minum susu, orang tuanya tidak sadar bahwa anak itu akan mengalami kesulitan pencernaan, karena cadangan enzyme-nya akan terkuras untuk mencerna bahan makanan yang semestinya tidak ia konsumsi lagi". Pendapat yang sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Hiromi Shinya tentang Enzyme pangkal atau miskonsepsi dimana intoleransi laktosa kadang dianggap tidak ada saat sang anak tidak mencret waktu minum susu. Padahal sang anak menunjukan gejala alergi lain, infeksi kulit, eksim, gatal-gatal, sembelit, obesitas, mudah terserang penyakit hingga asma. Saya sih sudah tahu persis fakta bahaya susu sapi. Dari sisi lactose intolerant, casein, non absorb calcium juga gak ada guna-gunanya sedikitpun bagi tubuh. Tapi orang lain? Fakta satu ini membuat mereka terkaget-kaget. Maklum jor-joran uang yang digelontorkan pabrikan susu memang membuat kampanye kebutuhan manusia terhadap cairan produksi binatang ini terasa begitu membahana dan menguasai kehidupan kita. "Kurang apa kalau kita gak minum susu? Kalsium? Bohong pabrikan itu, kalau gak minum susu kita kekurangan kalsium. Kalsium di susu sapi gak bisa diserap tubuh manusia, titik!" Ia kemudian menunjukan fakta kelicikan produsen susu untuk berkelit dari upaya penipuan saat orang yang minum susu tetap terserang osteoporosis. "Pasti ada tulisan kecil, sangat kecil, di salah satu sudut kotak atau kaleng susu, yang menuliskan kalimat semacam 'Harus disertai dengan aktivitas fisik yang rutin', jadi mereka bisa mengelak dari pasal penipuan ke masyarakat". Ia juga menertawakan satu produsen susu sapi yang begitu gencar memasarkan produk susu kalsium tapi diembel-embeli dengan kalimat 'berjalan langkah perhari'. "Anda mau nyuruh kakek-nenek yang renta berjalan 10 kilometer sehari? Gak keropos bener, tapi yang ada mereka matek, kecape'an" ujarnya dengan logat Jawa sangat kental. 4. banyak bergerak Kalau yang satu ini saya agak ge-er, karena Dr. Tan memberikan konsep sambil mengacu kepada beberapa tulisan saya yang telah ia baca. "Sistem limfatik tubuh cuma bisa berfungsi kalau kita bergerak dengan baik, terimakasih kepada Iyengar dan juga pada Erik yang telah menyampaikan pemikiran beliau kepada kita lewat tulisan-tulisannya" Ia mengucapkan ini sambil menatap tajam ke arah saya. Haha, segalak-galaknya beliau tapi ia punya jiwa fair play yang luar biasa. Sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan apa yang saya lakukan, benar-benar mengacu kepada kemaslahatan bersama, take a bow, doc! Menurut Dr. Tan, usaha mati-matian di satu sisi tapi melewatkan sisi yang lain, adalah upaya yang kadang tidak membuahkan hasil maksimal. Menjaga makanan tanpa pernah aktif menggerakan tubuh secara benar akan membuat fitalitas kita terganggu. Demikian pula hal sebaliknya. KESEMBUHAN HAKIKI Kekerasan Dr. Tan kepada pasiennya, mengingatkan saya pada salah satu kalimat dari BKS Iyengar, tokoh utama yoga dunia, saat ia dikritik karena terkenal sebagai orang yang sangat keras dalam menerapkan metodenya. "Saya berhadapan dengan orang yang ingin belajar dari saya dan memperbaiki kerusakan yang telah mereka lakukan. Tapi saat mereka muncul di depan saya dan melakukan hal yang telah merusak mereka, apa yang harus saya lakukan?" Tanya Iyengar. "Saya harus bersikap keras dan menghancurkan kebiasaan lama mereka, agar mereka bisa menumbuhkan kebiasaan baru yang positif dan membenarkan apa yang telah mereka rusak selama ini. Mungkin memang ada cara lain yang lebih baik, tapi bagi saya ini cara terbaik yang bisa saya lakukan" Jawaban tegas dari seorang tokoh yang buah karyanya dijadikan rujukan utama di dunia kesehatan modern. Sama dengan yang dilakukan oleh Dr. Tan ini. Berhadapan dengan segerombolan pasien yang telah menyia-nyiakan kesehatan mereka dengan berbagai cara, ia harus berlaku keras dan kejam, untuk membuat pasiennya sadar dan mengubah gaya hidup mereka sesuai dengan kebutuhan. "Kita boleh dibilang galak dan saklek, Rik. Tapi kalau mau merubah kebiasaan buruk orang, kita gak boleh kompromi. Terserah mereka mau melakukan atau tidak, it's a matter of choice kok" Benar! If you don't like what we do, don't come to us, but if you think what we do can help you, so come!. Sederhana kan? Kepingin rasanya menyaksikan praktek Dr. Tan ini sampai habis. Sayang waktu saya terbatas dan harus segera meninggalkan tempat ini. Tapi sebelum saya pergi, Dr. Tan sempat mengungkapkan serentetan kalimat yang sangat berharga untuk didengar dan disebarkan. "Kesehatan itu harus bersifat hakiki. Kalau kita sakit, harus dicari penyebabnya, bukan cuma gejalanya yang diatasi, itu bukan penyembuhan, tapi mengulur-ngulur permasalahan" Ia mengarahkan padangannya kepada bapak yang terkena darah tinggi tadi. "Kalau cuma mematikan alarm mobil, itu bukan menyelesaikan masalah. Kalau lampu indikator bensin menyala, ya kita harus mengisi bensin, bukan menggebuk lampu indikator itu supaya mati!" Menarik sekali! Sayang seribu sayang, tujuan selanjut saya sangat jauh dari tempat praktek ini, Bumi Serpong Damai ke salah satu daerah di bilangan Jakarta Pusat. Dengan berat hati saya memotong sesi ini dan meminta ijin untuk pergi. Dr. Tan berdiri menyalami saya sambil berkata, "Suatu kehormatan kamu meminta saya menulis kata pengantar untuk bukumu, mengharukan sekali" Kehormatan untuk seorang Dr. Tan? Who do you think I am, doc? It's vice versa! Lihat Healthy Selengkapnya
PoYen Chen, Xiangnan Dang, Matthew T. Klug, Jifa Qi, Noemie-Manuelle Dorval Courchesne, Fred J. Burpo, Nicholas Fang, Paula T. Hammond , and Angela M. Belcher, "Versatile Three-Dimensional Virus-Based Template for Dye-Sensitized Solar Cells with Improved Electron Transport and Light Harvesting", ACS Nano (2013).Ang, Chrizette Tan CPSO 75531 MEMBER STATUS Active Member as of 25 Jul 2000 CURRENT OR PAST CPSO REGISTRATION CLASS Independent Practice as of 25 Jul 2000 Summary Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum ac diam sit amet quam vehicula elementum sed sit amet dui. Vivamus suscipit tortor eget felis porttitor volutpat. Curabitur non nulla sit amet nisl tempus convallis quis ac lectus. Curabitur aliquet quam id dui posuere blandit. Vivamus suscipit tortor eget felis porttitor volutpat. Curabitur arcu erat, accumsan id imperdiet et, porttitor at sem. Vestibulum ac diam sit amet quam vehicula elementum sed sit amet dui. Donec sollicitudin molestie malesuada. Pellentesque in ipsum id orci porta dapibus. Former Name No Former Name Gender Female Languages Spoken English, Fukien, Tagalog, Taiwanese Education University of Alberta Faculty of Medicin, 1998 Practice Information Primary Location of Practice 21 Queensway 110Mississauga ON L5B 1B6Phone 905897-0788Fax 905897-9229 Electoral District 05 Additional Practice Locations 51A Underhill 200Toronto ON M3A 2J8CanadaPhone 416 391-5155Fax 416391-5286 County City of Toronto Electoral District 10 Specialties Specialty Issued On Type No Speciality Reported Terms and Conditions 1 Dr. CHRIZETTE TAN ANG may practise only in the areas of medicine in which Dr. ANG is educated and experienced. Registration History Action Issue Date First certificate of registration issued Independent Practice Certificate Effective 25 Jul 2000
DavidChiang Da-wei (Chinese: 姜大衛, born 29 June 1947 in Suzhou, Jiangsu), sometimes credited as David Chiang, is a Hong Kong actor, director and producer. This 70's martial arts superstar signed by the Shaw Brothers Studio, has appeared in over 130 films and 30 television series. Description above from the Wikipedia article John Chiang (actor), licensed under CC-BY
Oleh Yanuar Nugroho - Bangsa ini punya mimpi memimpin dunia di usia 100 tahun pada 2045 nanti, sebagai negeri dengan ekonomi terbesar keempat atau kelima di muka bumi. Kunci mengejar mimpi ini adalah manusianya sehat dan terdidik baik. Tanpa itu, mimpi itu tinggal itu, tak heran satu topik abadi dalam berbagai diskusi dan narasi adalah kesehatan. Mulai dari kebijakan hingga praktik pembangunan, tanpanya, semua sia-sia. Apalagi di hari-hari saat Covid- 19 mendera kita. Tapi masalahnya, mungkin juga karena terpaan teknologi informasi ini, semua orang ujug-ujug kelihatan jadi ahli. Lihat saja di akun media sosial anda kalau mau bukti. Dari soal virus corona, stunting, stroke, kanker, jantung, sampai soal berat badan ideal, dan agar awet muda, mendadak semua orang seolah jadi ahlinya. Baca juga Saat Polisi Antar Buku dan Bantu Anak Pulau Lutungan Belajar di RumahSehat kodrat dan pilihan Karena itu, bagi saya, buku 173 halaman ini hadir di saat yang tepat. Dalam seluruh hingar-bingar ini, ia membongkar seluruh cara berpikir kita mengenai kesehatan. Ini bukan buku yang berat dibaca. Bahkan bagi awam, ia akan terasa mudah dicerna. Namun yang jelas, ia menjawab kegelisahan kita akan informasi kesehatan yang kredibel dan bisa dipercaya. Argumen pokok yang disampaikan dr. Tan Shot Yen, sang penulis, adalah bahwa sehat itu kodrat sekaligus pilihan. Argumen ini tersebar di sepanjang buku ini dengan berbagai ungkapannya. Mulai dari pemahaman apa itu penyakit pentingnya nutrisi hingga sikap terhadap pikiran dan hati Tapi penegasan bahwa sehat itu juga adalah pilihan ditekankan pada pentingnya kehendak bebas manusia untuk memilih. Utamanya adalah apa yang dia makan bab 3-6, lakukan bab 7 dan pikirkan serta rasakan bab 8. Sebagai dokter yang belajar filsafat secara khusus, dr Tan memberi perhatian pada kaitan antara yang fisik dan non-fisik pikiran, emosi sebagai kunci memahami kesehatan. Ia menekankan perlunya transformasi cara berpikir Newtonian sebab-akibat linear menuju Einsteinian kuantum, non-linear dalam dunia kesehatan. Mungkin sekilas akan terdengar atau terasa aneh, mengingat ilmu kesehatan sarat dengan logika sebab-akibat dalam mendiagnosis dan mengobati penyakit secara fisik.Science2019; 365:544-545. PubMed. Shigeta K, Datta M, Hato T, Kitahara S, Chen IX, Matsui A, Kikuchi H, Mamessier E, Aoki S, Ramjiawan RR, Ochiai H, Bardeesy N, Huang P, Cobbold M, Zhu AX, Jain RK, Duda DG. Dual PD-1 and VEGFR-2 blockade promotes vascular normalization and enhances anti-tumor immune responses in HCC.
- Lebih dari dua minggu mengisi topik utama hampir seluruh media cetak dan elektronik, kasus gizi buruk Asmat menyedot perhatian semua orang. Mendadak sontak tiket pesawat jurusan Papua habis terjual, walaupun tidak semua komunitas masyarakat ikut menggalang dana apalagi siap berjihad seperti waktu Palestina dan Rohingya didera politik agama. Yang pasti, banyak pihak lebih gencar melemparkan kritik atas kinerja pemerintah atau mempertanyakan ke mana larinya dana pembangunan elak profesi dokter menuai hujatan, seakan-akan sekolah hanya demi gengsi, bukan untuk mengabdi pada negri. Iming-iming 14 juta rupiah gaji per bulan tak digubris membuat Pak Bupati terheran-heran. Padahal, lebih mengherankan lagi jika beliau tidak menyadari bahwa ini bukan perkara uang. Bahkan, jumlah segitu’ dalam waktu singkat habis hanya untuk kompensasi bahan bakar speedboat puskesmas keliling atau menghantar pasien ke rumah sakit. Kengerian seorang dokter bukan karena menghadapi kasus gawat darurat di meja operasi, melainkan saat dia tidak berdaya menghadapi anak kelaparan setiap hari dan perempuan meregang nyawa saat melahirkan tanpa fasilitas bedah sesar. [Baca juga Papua, Mereka Dimiskinkan di Tanah yang Kaya]Yang ingin saya tarik sebagai sudut pandang, justru cara-cara orang yang hidup di luar kantong-kantong kemiskinan kesehatan, menolong’ masyarakat yang dianggap butuh bantuan. Impulsivitas sesaat karena rasa iba, bila tidak terarah justru akan menjadi bumerang. Tak usah jauh-jauh ke Papua, hanya dua jam sedikit bermobil keluar dari Jakarta, masih ada seorang ibu yang menggendong anak tulang berbungkus kulit menunggu kedatangan sinterklas berkala’ – yang selalu disambutnya dengan mata berbinar, karena dibawakan beberapa kotak susu bermerek, amplop berisi uang, sekarung kecil beras, ditambah gula, minyak goreng dan teh. Padahal, anaknya menderita TBC dan kurang darah akibat gangguan gizi yang dideritanya. Tenaga puskesmas bukanlah satu-satunya penggerak mobilisasi kesehatan. Jika begitu banyak sektor usaha dan upaya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara juga dipegang unsur swasta, maka kontribusi publik dan masyarakat umum di ranah kesehatan juga memegang andil besar akan terciptanya kondisi hidup sehat yang diinginkan. Sayangnya, sinkronisasi tindakan dan kontribusi itu tidak terjadi, sehingga pelbagai aksi dan kegiatan memberi dampak yang bukan hanya tidak signifikan, tapi justru berbalik sebagai counter effect’.US1l. 301 261 113 228 217 47 1 254 486